Setiap muslim yang mukmin pasti mendambakan ke-fitrah-an sebagaimana kondisi ia dilahirkan ke dunia yang terlahir dalam keadaan fitrah (suci tak bernoda).
Setelah sekian tahun menjalani kehidupan di dunia, setiap muslim bahkan setiap orang tak ‘kan mungkin mampu menghindarkan diri dari kesalahan dan dosa (kecuali para Nabi dan Rasul yang mereka semua memang terjaga/ma’shum).
Allah SWT, Tuhan yang Maha Pengampun lagi Maha Pemaaf, memberi banyak kesempatan kepada seluruh makhluk, khususnya manusia, terkhusus lagi orang-orang yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kesempatan untuk meminta ampunan. Salah satu diantaranya adalah melalui penempaan di bulan Ramadan, bulan Rahmat, Ampunan dan Pembebasan dari Api Neraka.
Untuk itu, setiap muslim yang mukmin, melalui penempaan di bulan Ramadan, sangat diharapkan untuk bisa menjalani kehidupannya selama Ramadan sebaik mungkin agar ketika Ramadan berlalu, ia lulus dengan predikat “Idul Fitri (kembali suci)” sebagaimana kondisi ia dilahirkan ibunya.
Untuk kembali ke fitrah, seorang muslim yang mukmin harus berkesadaran bahwa kesalahan dan dosanya teramat banyak kepada Allah SWT dan berkeyakinan bahwa sebesar apapun salah dan dosa seorang hamba masih jauh lebih besar “Ampunan dan Maaf” Allah SWT. Kemudian dengan dorongan keimanannya, ia menyesali kesalahan dan dosa tersebut, dilanjutkan dengan meminta ampun dan berjanji (kepada Allah dan dirinya sendiri) untuk tidak mengulangi lagi kesalahan dan dosa yang pernah diperbuatnya.
Setelah menyelesaikan “hablun minallah”, sebagai makhluk sosial, seorang muslim yang mukmin juga berkesadaran bahwa ia punya banyak salah dan khilaf kepada sesama. Bentuknya sangat beragam. Ada kesalahan yang disengaja, ada yang tidak disengaja. Ada kesalahan lahir, ada pula kesalahan batin. Ada kesalahan yang diketahui dan ada pula kesalahan yang tidak diketahui. Dst.
Bentuk kesalahannya, bisa berbentuk tanggungjawab yang belum sepenuhnya ditunaikan, bisa berbentuk kewajiban yang terabaikan, bisa berbentuk janji yang belum terpenuhi, bisa berbentuk prasangka prasangka negatif yang tak kunjung dihilangkan, kedengkian yang dibiarkan dalam hati, dan seterusnya. Yang semuanya itu bisa dikategorikan pada kezaliman dimana setiap kezaliman yang diperbuat oleh anak manusia akan mendapatkan balasan yang setimpal jika selama hidupnya belum diselesaikan.
Ada sebuah hadits masyhur yang menjelaskan terkait kezaliman yang diperbuat oleh makhluk, khususnya manusia. Dalam hadits tersebut dijelaskan bahwa ada seorang hamba yang nanti di akherat mengalami kebangkrutan, ia datang dengan membawa setumpuk kebaikan (amal shaleh), akan tetapi ia pun memiliki banyak catatan buruk selama hidupnya, ia pernah mencaci dan mengumpat orang lain, memfitnah, menggunjing, dst. Yang belum sempat (atau mungkin enggan) untuk meminta maaf (meminta halal dan ridha) kepada yang bersangkutan. Jadilah kemudian, kebaikannya (amal ibadah) diberikan kepada orang-orang yang pernah dizaliminya, orang-orang yang punya hak untuk menuntut balas atas kezaliman tersebut.
Untuk itulah, setiap tahun, Allah SWT mendatangkan Ramadan dan menutup Ramadan dengan Idul Fitri, agar setiap muslim yang mukmin berkesempatan untuk kembali fitrah. Karena setiap bayi dilahirkan dalam keadaan fitrah, maka muslim yang mukmin akan terus berupaya semaksimal mungkin, bagaimana agar saat kematiannya (kembali ke Allah) juga dalam keadaan fitrah. Bukankah dalam Al-Qur’an sudah dijelaskan bahwa tidak ada yang lebih bermanfaat bagi seseorang yang datang menghadap kepada Allah mengalahkan “qalbun salim?” Artinya, modal utama seseorang yang meninggal dunia adalah hati yang salim, hati yang sehat, hati yang bersih, hati as-shafa. Sebanyak apapun harta kekayaan yang dimiliki oleh seorang hamba, tak bisa berbuat apa-apa jika si hamba tersebut tidak berhati as-shafa. Sesukses apapun putra-putrinya, tak bisa berbuat apa-apa jika yang bersangkutan tidak berhati as-shafa.
Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan betapa pentingnya berhati as-shafa dalam hidup ini. Hati yang suci dari najis syirik, kufur dan nifak, hati yang bersih dari kotoran iri dengki dan sejenisnya, hati yang sehat dari berbagai penyakit hati.
Hati as-shafa adalah hati yang menjadi “Istana” Allah, sebagaimana hadits: Qalbul Mukmin Baitullah.
Tinggalkan Balasan